You are currently viewing Bukan Sebuah Kelemahan Melainkan Kekuatan

Bukan Sebuah Kelemahan Melainkan Kekuatan

Artikel ini sudah dimuat di rubrik Resensi Buku Harian Bhirawa Online dengan judul yang sama pada tanggal 2/5/2024

Judul Buku: Seni Berdialog dengan Diri Sendiri

Penulis: Dr. Muhammad Ibrahim

Jumlah halaman: 227

Penerbit: PT Qaf Media Kreativa

Tahun Terbit: Cetakan 1, 2023

ISBN: 978-602-71435-5-5

Tidak setiap individu manusia pandai berinteraksi dengan dirinya sendiri dan pandai menghadapi segala permasalahan yang ada di dalamnya. Salah satu contohnya adalah kecenderungan menghakimi diri sendiri secara keras tanpa melalui penilaian yang adil ketika dihadapkan pada permasalahan yang diakibatkan oleh kesalahannya sendiri.

Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa hal tersebut mampu menjadi pemicu terjadinya perilaku self blaming (menyalahkan diri sendiri secara berlebihan) yang membahayakan kesehatan mental. Perilaku ini terjadi karena adanya harapan yang terlalu tinggi terhadap diri sendiri atau persepsi bahwa diri kita sendiri seharusnya mampu mengatasi segala kesulitan, memecahkan berbagai masalah, dan tidak melakukan kesalahan.

Akibatnya, ketika menghadapi kesulitan atau kegagalan terutama saat berhadapan dengan tekanan kehidupan sehari-hari kita cenderung menginternalisasi bahwa penyebabnya adalah kelemahan yang ada pada diri sendiri. Maka mulailah muncul rasa bersalah berlebihan dan perasaan menyesal yang mendalam mengapa tercipta kelemahan pada diri sendiri.

Melalui buku berjudul Seni Berdialog Dengan Diri Sendiri ini Dr. Muhammad Ibrahim menawarkan solusi agar setiap individu mampu berdamai dengan diri sendiri saat menghadapi berbagai permasalahan yang kebanyakan datang karena tekanan kehidupan sehari-hari.

Berdialog dengan diri adalah salah satu cara menghadapi serangan psikologis yang sering kali kita sebagai manusia biasa tidak kuat untuk membendungnya. Tak jarang pula serangan psikologis yang datang dari dalam diri sendiri ini menjadi pemicu masalah psikologi lainnya seperti stres, depresi, frustasi, overthinking, dan insecure.

Selain mengajak pembacanya untuk menyelami diri sendiri agar bisa menemukan kekuatan alamiah dalam menghadapi tekanan psikologis, buku ini juga mengajarkan dan menuntun pembacanya bagaimana cara berinteraksi yang benar dengan diri sendiri supaya kesehatan mental tetap terjaga.

Melalu trik-trik psikologis yang disarikan dari pengalaman penulis sebagai seorang psikiater, pembaca diajak untuk mengenali dirinya sendiri secara utuh. Mengenali potensi yang ada pada dirinya secara mendalam sesuai dengan kaca mata penilaiannya sendiri bukan berdasarkan kaca mata penilaian orang lain.

Pembahasan mengenai studi ilmiah di bidang psikologi oleh para psikolog modern yang oleh penulis dikomparasikan dengan wawasan psikologi berbasis Al-Qur’an menghasilkan sebuah konklusi realistis sebagai solusi permasalahan psikologis.

Misalnya dengan menerima kelemahan pada diri sendiri sebagai manusia biasa yang bisa merasa takut, bisa bersedih, dan bisa menangis sebagai bukti kemanusiaan yang ada pada diri manusia. Karena kelemahan yang sebenarnya adalah tidak mengetahui kelemahan sendiri dan berpura-pura merasa kuat dengan cara berusaha menghilangkan kelemahan tersebut. Alih-alih membuat manusia menjadi tahan banting, berpura-pura merasa kuat justru akan memberikan beban dan tekanan psikologis pada diri manusia itu sendiri.

Pada bab sesi konseling psikologi penulis mengkritik tentang rasa percaya diri yang mendominasi mayoritas manusia saat ini dan menyita sebagian besar kehidupan mereka. Rasa percaya diri ini menurut penulis akan mengalihkan pikiran manusia agar merealisasikan dirinya menjadi sesuatu yang disebut sebagai “superman” (manusia super).

Istilah manusia super yang muncul bersamaan dengan filsafat eksistensialisme Nietzche ini akan mendorong manusia untuk menjadi makhluk individualis yang hanya percaya kepada kekuatan dirinya sendiri dalam menghadapi segala permasalahan termasuk tekanan psikologis dalam berbagai aspek kehidupan.

Padahal nyatanya tidak demikian, tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan siapa pun dan mampu mengandalkan dirinya sendiri sepanjang waktu serta tidak pernah melakukan kesalahan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas. Oleh sebab itu, penulis lebih suka menyebut “rasa percaya diri” ini dengan sebutan “penghargaan diri”.

Bukan tanpa alasan, permasalahan rasa percaya diri yang saat ini paling banyak dikeluhkan oleh manusia bersumber dari masalah tidak bisanya manusia menghargai dan menghormati dirinya sendiri.

Menghargai dan menghormati diri merupakan bagian utama untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan jiwa. Jika kamu menyebut dirimu dengan hal-hal buruk dan menghakiminya terlalu keras maka dirimu sendiri tidak akan kuat untuk menopang beban-bebanmu. Ia juga tidak akan bisa memberimu kekuatan-kekuatan yang dimilikinya. (Halaman 5)

Pembahasan menarik lainnya yang memiliki relevansi dengan fenomena kehidupan saat ini juga bisa kita temui pada bab katakan tidak! Pada bab ini penulis dengan lugas memberikan trik bagaimana caranya agar kita berani berkata “tidak” terhadap orang lain. Keahlian berkata “tidak” ini penting, sebab menurut penulis terlalu bersikap baik dan selalu memenuhi permintaan orang lain justru tidak menyehatkan mental.

Benar, bukankah kerap kali kita merasa depresi dan marah kepada diri sendiri ketika tidak mampu berkata “tidak” terutama kepada orang-orang yang kita anggap berjasa karena sering menolong dan membantu kita. Padahal kita juga tahu, pada saat yang sama kita juga tidak mampu dan sangat lelah untuk melaksanakan apa yang dibutuhkan oleh orang tersebut dari kita.

Padahal berkata “tidak” pada waktu yang tepat bukanlah merupakan sebuah masalah, atau pertanda kita tidak memiliki sikap yang baik. Melainkan sebagai sebuah batasan-batasan dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh semua manusia.

Hal lain yang juga membuat beberapa orang takut untuk berkata “tidak” adalah karena ini berkaitan dengan penghargaan orang lain kepada dirinya. Ia salalu berkata “ya” untuk menyelesaikan banyak pekerjaan orang lain, penghargaan terhadap dirinya bertambah. Setiap kali ia tidak menyelesaikan pekerjaan orang lain dengan maksimal, kepercayaan terhadap dirinya juga ikut berkurang, (Halaman 75)

Dan masih banyak pembahasan terkait terapi dan trik psikologis lainnya yang bisa membantu pembaca buku ini bisa memahami potensi yang ada pada diri sendiri. Dimana potensi tersebut merupakan bekal yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta kepada manusia untuk menghadapi segala berbagai tekanan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.

Memiliki judul Asli Jalsat Nafisyyah Hatta Tashilu ila al-Sakinah al-Nafsiyah di negeri asalnya yaitu Mesir buku ini sudah memasuki cetakan yang ke 23. Bergenre self improvement, buku ini sangat layak dibaca oleh siapa saja yang ingin meningkatkan kemampuan diri, minat, bakat, potensi, kesadaran diri, keterampilan hingga kualitas kehidupan menjadi lebih baik.

Menyajikan 17 bab kajian psikologis buku ini mampu membawa kita berhenti sejenak dari segala aktivitas lalu membawanya menyelam ke titik terdalam dalam diri (instropeksi diri). Untuk kemudian menyadari bahwasanya diri kita yang sebelumnya kita anggap penuh kelemahan, tidak becus menyelesaikan masalah, selalu merasa berada dibawah orang lain, ternyata adalah Ahsani Taqwim.

Penulis buku ini adalah Dr. Muhammad Ibrahim seorang psikiater yang sesi ceramahnya banyak digemari oleh generasi muda di Kairo Mesir. Demikian pula dengan sesi-sesi konseling psikologinya yang selalu ramai peminat, beliau piawai mengurai topik-topik pelik psikologi dengan bahasa yang mudah dipahami. Pembahasannya juga kerap diperkaya dengan wawasan keagamaan yang autentik sehingga relevan untuk individu dan masyarakat religius.

Mau baca bukunya? Klik tombol dibawah ini

abahzaki

Al-Faqir, hanyalah seorang hamba Allah yang terus berusaha untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya

Leave a Reply