You are currently viewing Jangan Menjual Barang di Tempat Membelinya, Penjelasan Bulughul Maram Hadist Ke 823

Jangan Menjual Barang di Tempat Membelinya, Penjelasan Bulughul Maram Hadist Ke 823

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ابْتَعْتُ زَيْتاً فِي السُّوقِ، فَلَمَّا اسْتَوْجَبْتُهُ لَقِيَنِي رَجُلٌ فَأَعْطَانِي بِهِ رِبْحاً حَسَناً، فَأَرَدْتُ أَنْ أَضْرِبَ عَلَى يَدِ الرَّجُلِ، فَأَخَذَ رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي بِذِرَاعِي، فَالْتَفَتُّ، فَإِذَا هُوَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ، فَقَالَ: لَا تَبِعْهُ حَيْثُ ابْتَعْتَهُ حَتَّى تَحُوزَهُ إِلَى رَحْلِكَ; فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ، حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رِحَالِهِمْ. رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ وَاللَّفْظُ لَهُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

Dan dari Ibnu ‘Umar Radiyallahu ‘anhuma berkata “Aku pernah membeli minyak di pasar, ketika aku sudah mendapatkannya aku bertemu dengan seorang laki-laki yang menawar minyakku dengan harga yang lebih baik. Ketika aku hendak mengiyakan tawaran tersebut ada seseorang yang memegang lenganku dari belakang, lalu aku berpaling, ternyata dia adalah Zaid bin Tsabit. Kemudian dia berkata, “Jangan menjualnya di tempat kamu membelinya, sampai kamu membawanya ke tempatmu. Karena Rasulullah SAW melarang menjual barang di tempat barang itu dibeli sampai para pedagang membawanya ke tempat mereka.” (Hadist Riwayat Ahmad dan abu dawud, Lafazh ini adalah lafazhnya, Ibnu Hibban dan Al Hakim Menshohihkannya).

Makna Hadist Secara Umum

Hadist ini melarang menjual barang di tempat membeli barang tersebut, karena pada umumnya,  pembeli pertama yang ingin menjual barang yang (baru saja) dibelinya pada dasarnya  tidak akan menjual barang tersebut kecuali setelah tahu akan mendapatkan keuntungan dari barang tersebut. Dan ini akan kelihatan serta diketahui oleh penjual pertama. Bisa jadi pada diri penjual pertama muncul perasaan menyesal karena telah menjual barang tersebut tanpa menaikkan harganya terlebih dahulu. Atau bisa jadi penjual pertama menaikkan harga barang dagangannya yang lain, atau menaikkan harga barang dagangan yang semisal sehingga membuat harga barang tersebut melonjak tinggi. Oleh karena itu menjual barang ditempat membeli barang tersebut dilarang oleh Syariat Islam.

Penjelasan Lafazh

ابتعت : Aku membeli

استوجبته  : Menjadikannya milikku dengan akad jual beli

أضرب على يده : Aku mengadakan transaksi jual beli dengannya, sudah menjadi kebiasan pada masyarakat saat itu penjual dan pembeli meletakkan tangan yang satu ke tangan yang lain sebagai bukti sama-sama ridho. Atau saling menempelkan (menepukkan) telapak tangan keduanya, hal itulah yang dinamakan dengan As-shafaqāh.

تحوزه : mendapatkannya, dan membawanya

حيث تبتاع : Dzhorof makan, yaitu di tempat membelinya

رحالهم : Yang dimaksud adalah tempat mereka pergi, dan ini merupakan majaz dari suatu istilah yang ada di dalamnya. Ar-rihl adalah perabotan rumah yang sering digunakan manusia. Ar-Rihl bisa juga bermakna rumah dan tempat tinggal mereka. Tetapi kalimat ini hanya menunjukkan kebiasaan, jadi, jika ada seseorang membeli barang kemudian membawa barang tersebut ke toko nya maka sudah seperti membawanya ke tempat tinggalnya. Dan dia sudah boleh menjual barang yang baru dibelinya tersebut menurut kesepakatan ulama’.

Fiqih Hadist

  1. Sangat disukai orang yang berbisnis atau melakukan aktivitas jual beli
  2. Aktivitas jual beli dianjurkan dilakukan di dalam pasar karena dapat menstabilkan harga dan pasar merupakan tempat berkumpulnya segala barang dagangan
  3. Penjelasan bahwasanya seorang yang alim terkadang belum mampu menjawab suatu permasalahan walaupun masalah yang mashur (populer).
  4. Sangat disukai penjual dan pembeli bersalaman saat transaksi jual beli
  5. Dianjurkan memberikan nasihat meskipun kepada ahli ilmu karena tidak menutup kemungkinan mereka bisa alpa (lalai) karena sesuatu.
  6. Seseorang dibolehkan melarang orang lain untuk mengerjakan suatu perkara jika dia mengetahui perkara tersebut menyalahi syariat, selama tidak mendatangkan bahaya, dan dengan syarat orang tersebut tetap melakukan kesalahannya, walaupun yang melarang salah.
  7. Kedudukan dan keutamaan Zaid bin Tsbait didalam Kelimuan
  8. Boleh mengeluarkan fatwa sebelum menunjukkan dalilnya
  9. Larangan menjual barang ditempat membelinya, dan jumhur berbeda pendapat terhadap makna zhahir hadist ini.Mereka berkata yang dimaksud adalah menjual barang yang belum serah terima. Dan syaratnya sebagai berikut :
  10. Larangan menjual barang sampai ada serah terima dan memiliki barang tersebut, sebagaimana yang telah diuraikan sebelum ini. Mereka berkata tidak disyaratkan memindahkan/membawa barang sebelum dijual lagi. Sedangkan hadist ini menjadi hujjah atasnya.

Dalam hal ini imam Syafii menjelaskan :

  • Jika barang yang diperjualbelikan itu bisa dibawa dengan tangan seperti dirham dan pakaian kemudian pembeli menggenggamnya dengan tangannya maka sudah dianggap serah terima dan dianggap memindahnya dan halal jual belinya.
  • Sedangkan barang yang biasa dipindahkan seperti kayu, biji-bijian dan hewan maka serah terima untuk memilikinya harus dipindahkan ke tempat lain dan tidak boleh dijual sebelum dipindah ketempat lain.
  • Jika barang jual belinya tidak bisa dipindahkan seperti tanah pekarangan dan buah yang ada di atas pohon maka serah terima untuk memilikinya dengan cara Takhliyah (mengosongkan/melepaskan).

 

Sumber : Ibanatul Ahkam Syarhu Bulughul Maram Juz 3 Halaman 33-34

Download versi PDF

abahzaki

Al-Faqir, hanyalah seorang hamba Allah yang terus berusaha untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya

Leave a Reply