Judul Buku: Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Penulis: Tere Liye
Jumlah halaman: 371
Penerbit: PT Sabak Grip Nusantara
Tahun Terbit: Cetakan 3, Februari 2024
ISBN: 9786238882205
Novel yang mengangkat isu sosial politik tidak hanya menghibur tapi juga mengajak pembacanya berpikir kritis terhadap dinamika sosial politik. Sebagai karya sastra, novel bisa menjadi medium untuk merefleksikan fenomena sosial politik yang tengah terjadi. Untuk kemudian menggugah pemahaman pembacanya terhadap isu sosial politik dalam konteks yang lebih luas.
Teruslah Bodoh Jangan Pintar merupakan novel karya Tere Liye yang menyoroti isu sosial politik. Dalam novel ini, penulis menyajikan gambaran kompleksitas dinamika politik yang dikangkangi praktik oligarki. Dimana kekuasaan terkonsentrasi pada sekelompok elit yang menguasai kehidupan publik, mengontrol kebijakan politik dan mempengaruhi nasib rakyat jelata.
Cerita diawali dari sebuah ruangan seluas 3×6 meter yang difungsikan sebagai ruang sidang tertutup gugatan konsesi tambang. Aktivis lingkungan menggugat pemerintah untuk membatalkan konsesi tambang yang diberikan kepada perusahaan tambang nasional. Pemerintah menunjuk komite independen yang anggotanya merupakan ahli di bidangnya, sebagai penengah, dan pemberi rekomendasi nantinya apakah konsesi tambang akan dibatalkan atau dilanjutkan.
Saat persidangan berlangsung aktivis lingkungan menghadirkan saksi-saksi yang menjadi korban akibat beroperasinya penambangan di tanah kelahiran mereka. Para saksi menceritakan kisah pilu yang mereka alami akibat beroperasinya penambangan di tanah mereka.
Berdasarkan cerita-cerita yang disampaikan oleh saksi tersebut aktivis lingkungan berargumentasi bahwa konsesi tambang harus dibatalkan karena banyak ketidak adilan dalam pelaksanaannya, menyebabkan rakyat menderita, dan yang lebih parah lingkungan hidup menjadi rusak.
Namun, pengacara kondang yang ditunjuk oleh pihak perusahaan tambang selalu berhasil mematahkan argumentasi aktivis lingkungan dengan dalil-dalil hukum yang sangat sesuai dan masuk akal. Bahkan mampu memutar balikkan fakta bahwa kliennya yaitu perusahaan tambang merupakan pihak yang tidak bersalah, yang bersalah justru saksi-saksi tersebut. Dengan menunjukkan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen resmi yang entah didapat darimana, pengacara kondang ini menyakinkan tim independen bahwa konsesi tambang harus dilanjutkan.
Para aktivis lingkungan tak tinggal diam setiap malam mereka berkordinasi di markas mereka, yaitu sebuah kedai kopi dekat gedung perkantoran. Mereka menyusun strategi untuk menghadapi argumentasi hukum pengacara kondang yang selalu mematahkan argumentasi mereka. Tapi apalah daya, kegigihan mereka di ruang sidang dengan menghadirkan saksi-saksi dan argumentasi lainnya belum bisa mengalahkan pengacara kondang yang memang piawai memelintir argumen hukum.
Memang aneh, argumentasi yang dibangun oleh para aktivis lingkungan melalui data dan saksi yang masih hidup selalu terbantahkan oleh argumentasi pengacara kondang yang juga memiliki dalil hukum lebih sesuai dan bukti berupa kesaksian saksi yang lebih valid. Seolah-olah si pengacara kondang ini sudah tahu terlebih dahulu apa yang akan disampaikan oleh saksi yang didatangkan oleh aktivis lingkungan.
Melalui plot cerita yang menarik, imajinasi pembaca akan dibawa mengembara dari ruang sempit berukuran 3×6 meter menuju lokasi tambang yang sangat luas dengan cerita konflik yang terjadi antara perusahaan tambang dengan penduduk daerah tersebut. Ditambah dengan penggambaran karakter yang kuat dan mudah diingat membuat konflik yang disuguhkan pada novel ini memikat untuk diikuti dari awal sampai akhir.
Demikian juga dengan plot twist yang muncul di bagian akhir novel ini, meskipun terkesan tidak masuk akal tetapi menguatkan unsur fiksi dan menguatkan premis yang dibangun dari awal yaitu tetaplah bodoh jangan pintar meskipun kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Membaca novel ini akan membuat kita menjadi paham bagaimana sebenarnya praktik oligarki bekerja. Menyetir kebijakan politik demi keuntungan sekelompok elit saja tanpa peduli akan banyak duka nestapa yang menimpa rakyat.
Sebagaimana yang dituliskan oleh Jeffrey A Winter dalam bukunya berjudul oligarki yang menyatakan: Oligarki merupakan pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosialnya secara eksklusif.
Disamping membuka wawasan akan fenomena dinamika sosial politik, banyak manfaat lain berupa pengetahuan yang bisa kita dapatkan setelah membaca novel ini. Seperti pengetahuan seputar lingkungan hidup, amdal, konservasi alam, reklamasi, dan hewan endemik. Pembaca juga disuguhi pengetahuan tentang hitung-hitungan pajak, PPH, royalty atau PNPB (Penghasilan Negara Bukan Pajak), dan pengetahuan tentang tax holiday. Lebih dari itu, pengetahuan tentang komoditas kopi terbaik yang berasal dari penjuru negeri ini juga bisa dinikmati.
Tentu saja hal tersebut menunjukkan penulis melakukan riset yang mendalam terlebih dahulu mengenai tema yang akan diangkat menjadi plot-plot menarik untuk dibaca. Meskipun ada peringatan di halaman awal novel ini hanya untuk yang sudah berusia 18 tahun keatas, bukan berarti cerita di dalamnya dibumbui adegan dewasa yang tidak pantas dibaca bagi yang belum cukup umur. Melainkan diperlukan kedewasaan berpikir dalam mencerna rentetan kisah yang disuguhkan oleh penulis.
Ada sesuatu yang menarik berkaitan dengan novel ini, secara langsung Tere Liye mengucapkan selamat bagi para pembacanya, seperti dikutip dari akun Instagram @tereliyewriter
Jika kalian sudah membaca buku ini, selamaaaat, kalian telah bergabung dengan jutaaan pembaca lainnya 🙂
Jika kalian nemu buzzer2, relawan2, netizen yg berisik sekali mendukung politisi, teman, tetangga, keluarga yang sibuk muji2 politisi, dan kalian mau mereka sembuh, kasih saja buku ini sebagai obatnya. Setelah baca, biasanya syndrome menjilat akan berkurang drastis.
*Tere Liye
Teruslah Bodoh Jangan Pintar adalah salah satu novel karya Tere Liye yang mengangkat isu sosial politik sebagai tema utamanya. Karya lainnya dengan tema yang sama adalah Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, dan Bedebah di Ujung Tanduk. Bagaimana? Tertarik membaca novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar? Klik tombol dibawah ini.